Sunday, April 13, 2025

Breaking News
>> Desain Brief : Struktur Umum Desain Brief yang Sukses  >> Yang Perlu Anda Ketahui Tentang Desain Logo   >> Personal Profile  >> Syekh Ali Jaber : Luar Biasa ! Kemuliaan Orang Yang Berdzikir  >> Syekh Ali Jaber : Selamat dari Api Neraka  >> Syekh Ali Jaber : Fungsi Sholat Sunnah adalah Menutupi Kekurangan Sholat Wajib    

Laman

Sunday, 11 July 2021

KONFLIK AGAMA, YUDAISME DAN ZIONISME

KONFLIK AGAMA, YUDAISME DAN ZIONISME

Dr.Muhsin Labib

Apakah semua  penganut Yudaisme (ajaran Yahudi) mendukung okupasi Palestina dan berdirinya rezim ilegal zionis "Israel"? 

Benarkah setiap orang Yahudi mengimani Jerusalem dan "negara Israel" sebagai tanah yang dijanjikan?  Mari kita telusuri jawabannya. 

Yudaisme

Banyak yang  mengira Yudaisme (ajaran Yahudi) mirip Kristianisme atau ajaran Kristiani dan Islam karena terhimpun dalam rumpun Ibrahimik. Beberapa ajarannya boleh jadi mirip. Tapi secara substansial, Yudaisme berbeda dengan Kristiani dan Islam. Umat Yahudi merupakan kelompok etno-religius  yang anggotanya terdiri dari orang-orang dengan ras Yahudi sejak lahir maupun yang baru memeluk ajaran Yahudi. Ciri ini juga terdapat dalam beberapa agama, seperti Asyiria, Armenia, Sikh,  Druze, Koptik, Yazidi, Shaba, dan Zoroaster.

Meski bercabang banyak dalam bentuk sekte-sekte dan haluan ideologis berbeda, etnisisme yang menjadi syarat utama justru membuat agama dan kelompok ini cenderung eksklusif. Teologi dan sentimen superiorisme etnik terkesan campur aduk dalam adonan yang sangat sulit -kalau bukan mustahil- dipisahkan.

Mungkin akibat relasi yang terlampau rekat antara etnisisme dan dogmatisme inilah,  semua tanah yang dimuliakan dan disebutkan dalam Torah diklaim milik umat Yahudi. Kendati faktanya, mereka hanya pendatang dan tidak tercatat secara administratif sebagai penduduk legal.

Tentu tak semua orang Yahudi merestui atau mengakui eksistensi "Israel" sebagai "negara" di wilayah Palestina. Atau mendukung okupasi dan pengusiran orang-orang non Yahudi (Muslim dan Kristiani) yang bermukim secara temurun di tempat yang didatanginya, seperti di Palestina. Namun ditengarai, seluruh penganut Yudaisme meyakini suatu momen di akhir zaman, saat mana Jerusalem menjadi pusat kejayaaan dan dominasi atas seluruh wilayah yang diklaim sebagai "Israel Raya". Bila doktrin (atau bahkan dogma) ini memang benar diimani seluruh umat Yahudi, maka ide "two state' yang dikampanyekan sejumlah pihak tertentu hanyalah tipu muslihat atau, paling tidak, solusi temporal.

Bukankah Kristiani dan Islam, berdasarkan doktrin Mesianisme dan Mahdiisme juga mengklaim Jerusalem sebagai Tanah Suci? 

Berikut jawabannya :

Pertama 

Islam memandang Quds atau Baitul Maqdis sebagai Tanah Suci, bukan Tanah yang dijanjikan (promised land). 

Tanah yang dijanjikan mengkorfirmasi kedatangan atau, dalam narasi zionis, kepulangan ke situ. Jika ternyata tanah itu sudah ada yang menempati, maka wajib direbut. Inilah alasan utama terjadinya imigrasi besar-besaran etnis Yahudi dari Eropa dan sebagian Timur Tengah ke Palestina. Akibat darinya, okupasi, penjajahan, dan pengusiran (yang belakangan kerap dilukiskan secara reduksionistik sebagai konflik) pun menjadi tak terelakkan.

Tanah Suci dalam ajaran Islam bermakna tanah yang disucikan Tuhan*. Berbeda dengan doktrin sebelumnya, pandangan ini tidak serta merta menegasi kepemilikan  siapa pun yang memang telah bermukim di sana secara legal. Status Quds berbeda dengan status  Mekah dan Madinah.

Kedua kota di jazirah Arab itu, sebagaimana ketetapan dalam ajaran Islam, hanya boleh dimasuki dan dihuni oleh umat Muslim.

Mahdiisme dalam pandangan Islam justru menempatkan Mekkah, lebih khusus lagi, Ka'bah yang menjadi jantungnya sebagai sentra  Revolusi Keadilan Imam Mahdi, bukan Quds. 

Lalu, kenapa sih umat Muslim mengagungkan Quds dan mendukung kemerdekaan Palestina? Inilah, antara lain, alasannya:

A. Quds menjadi pusat kelahiran ajaran-ajaran profetik dari keturunan Nabi Ibrahim yang sama-sama dijunjung tinggi kaum Yahudi, Kristiani, dan Muslim. 

B. Quds merupakan kiblat pertama umat Muslim sebelum dialihkan secara hukum ke Ka'bah di Mekah. Kota ini punya kedudukan khusus dalam Islam, kendati tidak sesakral Mekkah dan Madinah.

C. Bagi umat Muslim, Masjid Aqsa termasuk rumah ibadah termulia  setelah Masjid Haram di Mekah dan Masjid Nabawi di Madinah.

Inilah tempat suci yang dipersengketakan para penduduk asli Palestina yang majemuk (sebagian beragama Islam, sebagian Kristiani, dan sebagian lagi imigran Yahudi yang secara simsalabim menjadi penduduk Palestina akibat okupasi yang disponsori Inggris dan kini dibeking AS.

Kedua

Islam bukan agama yang berbasis etnis (etno-religi). Seperti Kristiani, Islam semata-mata berupa ajaran inklusif yang melampaui ruang dan latar etnis. Tak satu pun isi doktrinya mengistimewakan suku, klan, atau bangsa tertentu. Atas dasar itu, seluruh tanah yang disucikannya berlaku bagi semua penganut, apapun latar etnisnya. 

Hal penting lain yang perlu diperhatikan, dalam Islam, penyucian suatu tanah tidak bermakna memberikan hak milik dan hak bermukim bagi umat Islam. Maksudnya, bila suatu tempat disucikan, tak serta merta itu menjadi properti agama. Di situ siapa pun berhak berumah dan menjadi pemilik bila memenuhi syarat legalitasnya.

Ketiga

Subjek yang disucikan bisa suatu kota, bisa juga lokasi tertentu (situs) dalam suatu kota. Satu-satunya kota dan seisinya yang disucikan secara fikih (dengan beberapa ketentuan hukum)  kota Mekkah. Sedangkan masjid atau situs yang disakralkan dan dimuliakan dan diistimewakan karena kemuliaan figur suci adalah pusara Nabi, Ahlulbait dan wali. 

Daerah suci dalam bahasa Arab disebut Balad Haram. Kata haram, memiliki dua akar kata yang berbeda. Pertama, kata haram [حرام] diturunkan dari kata haruma – yahrumu [حَرُمَ – يَـحْرُمُ] yang berarti terlarang, terlarang untuk dilakukan (al-mamnu’ min fi’lih). (al-Mu’jam al-Wasith). Kedua, kata haram (حرم) berasal dari kata al-haram yang berarti kehormatan dan al-ihtiram, yang berarti penghormatan.

Dalam pandangan Islam, Kesucian suatu kota atau situs tertentu tidak berkaitan  dengan pendudukan, melainkan dengan ketetapan Yang Mahasuci sekaligus dengan sejarah kota atau situs tersebut, di mana pernah hidup, lahir, atau dipusarakan figur-figur yang secara ilahiah disucikan. Karenanya, setiap pemukim maupun peziarah di kota atau lokasi yang disucikan dalam Islam. 

Satu-satunya kota yang suci dalam pengertian fikih adalah Mekah karena setiap orang yang memasukkan berihram, bahkan sebagian besar fuqaha melarang selain Muslim memasukinya. Sedangkan kota-kota suci seperti Madinah disucikan karena penghormatan kepada Nabi SAW dan Ahlulbait serta para sahabatnya dikebumikan di sana. Beberapa tempat dalam Madinah mendapatkan pengistimewaan seperti pusara Nabi (Raudhah) dan Baqi'. 

Secara umum, kota suci adalah kota yang setiap orang berada di dalamnya diharuskan berperilaku baik sebagai bentuk penghormatan khusus. Dengan kata lain, sebutan suci atau alharam atau muqaddas bersifat moral yang berkonotasi anjuran penghormatan kecuali Mekah yang harus dimasuki dengan ihram. Sedangkan keistimewaan Masjid Aqsa bukan karena kesuciannya semata, sebab semua masjid adalah suci dan wajib dimuliakan, namun karena punya nilai sebagai kiblat pertama. Terlepas detail perbedaan fikih umat Islam tentang makna suci dan cakupannya, kota atau hanya masjidnya, anjuran penghormatan dan pengistimewaan ini tidak meniscayakan okupasi. Pandangan berbeda belakang dengan dogma dalam Yudaisme yang mensakralkannya dan mengakuisisinya sebagai milik tunggal etnis Yahudi.

Zionisme

Zionisme merupakan paham atau sekte dalam Yudaisme yang tumbuh menjadi gerakan politik sebagian elit Yahudi. Istilahnya berasal dari nama sebuah bukit, "zion", di Jerusalem, di mana pernah berdiri kuil Sulaiman. Pendukung sekte dan gerakan ini disebut zionis. Zionisme sebagai gerakan politik pada mulanya merupakan gerakan nasionalis internasional kaum Yahudi  yang memimpikan "negara Yahudi" (Jewish State) di wilayah Palestina. Gerakan zionis muncul pertama kali di Eropa tengah dan timur pada akhir abad ke-19 yang menyerukan kaum Yahudi agar bermigrasi ke wilayah Palestina yang saat itu masih dijajah secara bergiliran oleh Dinasti Ottoman lalu monarki Inggris.

Mereka berdalih dan mengklaim bahwa Palestina adalah tanah nenek moyangnya (berupa "Eretz Israel" atau Israel Raya) seraya menolak mengintegrasikan orang-orang Yahudi dengan etnis lain agar terbebas dari anti-Semitisme dan persekusi yang mereka alami selama berdiaspora di daratan Eropa. Tak hanya itu, para penggede gerakan zionisme juga menyerukan pembentukan negara yang diinginkan di Palestina yang saat masih dikuasai Dinasti Ottoman.

Bila konstruksi ideologi dan dogmatismenya dicermati lebih jauh, boleh dibilang Zionisme merupakan sekte paling dominan sekaligus paling agresif dalam Yudaisme. Di sini, Zionisme dipahami sebagai upaya kolektif sebagian elit Yahudi internasional untuk mengakselerasi penguasaan Tanah yang Dijanjikan dalam kitab suci mereka.* 

Relasi keduanya secara umum bersifat asosiatif. Artinya, seluruh kaum umat Yahudi mempercayai doktrin "Tanah yang Dijanjikan' dan bahwa Palestina, terutama Jerusalem, adalah hak mereka sebagaimana ditetapkan kita sucinya. Namun, sebagian kaum Yahudi juga percaya bahwa mereka tak hanya menanti Tuhan mempersembahkan Tanah yang Dijanjikan, namun hanya merebutnya melalui okupasi, aneksasi, dan pengusiran.  Kepercayaan agresif ini dilanjutkan dengan membangun pemukiman khusus Yahudi di Palestina, meskipun secara administratif  bersifat ilegal. Sebab, dalam klaim mereka, doktrin (persisnya lagi, dogma) kitab sucinya melampaui  legalitas konvensional atau administratif apapun terkait kepemilikan tanah. Berdasarkan itu, tidak fair bila semua Yahudi digeneralisasi sebagai zionis.

Zionisme lalu dimelarkan dan menjadi ideologi terbuka yang lintas agama. Targetnya untuk menjustifikasi pendudukan dan penjajahan sekaligus  memanipulasi kesadaran kalangan non zionis agar sesat memahami lalu memberikan legitimasinya terhadap eksistensi rezim yang sebenarnya didirikan secara paksa di wilayah Palestina. Darinya muncullah fenomena Kristen atau Muslim zionis. Bahkan di negeri kita, Indonesia, muncul pula fenomena zionis sawo matang (ZSM). Istilah ini sebenarnya lebih sebagai cemooh, bukan seutas neologi  yang serius. Sebab, sejatinya, sebagaimana telah disebutkan, Zionisme lahir dari rahim dogmatisme dalam Torah dan klaim teologis Yudaisme atas Tanah yang Dijanjikan. Tanah yang dimaksud pun hak privelese umat Yahudi, tidak termasuk Muslim dan kaum Kristiani, kecuali mereka yang berdarah Yahudi, itupun dari garis silsilah ibu atau mereka yang memeluk agama Yahudi.

Belakangan ini di negeri kita sebutan zionis sawo matang makin ngetrend. Sebutan ini tak bisa dianggap sebagai terma serius, karena sejatinya, sebagaimana disebutkan, zionisme lahir dari klaim dogmatis dalam Torah atas Tanah yang dijanjikan bagi umat Yahudi semata, tak tetmasuk Muslim dan Kristen kecuali beretnik Yahudi dari garis ibu atau konversi ke agama Yahudi. ZSM mungkin hanya layak disematkan atas orang-orang yang rela menjadi jelata "bangsa termulia" dari cuap-cuap dan beri komentar sinis di medsos mengolok-olok Palestina yang telah kehilangan lebih dari 3000 bayi sejak okupasi atau hanya sebutan untuk orang-orang tak beruntung  secara intelektual dalam memilah perlawanan demi kemerdekaan dan aksi teror yang justru dilakukan oleh penguasa, tentara dan pemukim zionis di Palestina.

Konflik Agama?

Sudah banyak orang yang berteriak bahwa isu Palestina bukanlah konflik agama, karena agama adalah kumpulan dari keyakinan dan ajaran yang bersifat abstrak. 

Mungkin yang dimaksud dengan "konflik agama" adalah bahwa orang-orang yang terlibat dalam konfrontasi menganut dua agama yang berlainan, yaitu Islam juga Kristen yang merepresentasi warga legal Palestina versus orang-orang Yahudi pelaku okupasi yang beragama Yahudi. 

Mungkin pula yang dimaksud dengan "konflik agama" adalah bahwa warga asli Palestina yang beragama Islam atau Kristen  sedang berkonfrontasi dengan para imigran dari Eropa dan beberapa negara lainnya di Asia dan Afrika, sama-sama menganggap  Jerussalem dan Al-Aqsa sebagai kota sakral dalam kitab suci masing-masing.

Salahkah bila sebagian  orang mendukung kemerdekaan Palestina dengan alasan agama? Tak bisa dipungkiri bahwa Quds atau Jerussalem, terutama Masjid Aqsa, dimuliakan oleh tiga agama abrahamik, Yahudi, Kristen dan Islam. 

Tidak salah melihat isu Palestina dengan spirit agama bagi pemeluk Yudaisme, Kristen dan Islam  yang mengagungkannya.

Mungkin yang tidak logis adalah membatasinya semata-mata sebagai isu agama.

Isu Palestina adalah isu kemanusiaan yang merupakan agama universal melampaui tiga agama tersebut dan agama-agama lainnya.

Namun, bila diperhatikan dengan seksama justru sebagian pengiman Yudaisme lebih tepat diduga berkepentingan menjadikan isu ini sebagai isu agama.

https://t.me/ArsipChannel_Tulisan_ML

No comments:

Post a Comment

Designed Template By Seo Blogger Templates - Powered by Karbala Studio